(Gaya Hidup) - Kusta dan Kemiskinan, Apakah Saling Terkait?: Kemiskinan dan Kusta adalah dua hal yang menjadi pembahasan hangat pada Talkshow bersama Ruang Publik KBR, pada hari Rabu, 28 September 2022 lalu. Dengan tema yang diangkat pun dapat memberikan wawasan baru mengenai kusta di Indonesia identik dengan kemiskinan, apakah memang seperti itu?
Sebagai informasi awal, data dari Kementerian Kesehatan RI per tanggal 24 Januari 2022, terdapat jumlah kasus kusta yaitu 13.487 kasus dengan penemuan kasus baru sebanyak 7.146 kasus. Ini menempatkan Indonesia sebagai negara kasus kusta tertinggi ketiga di dunia, setelah India dan Brazil. Pada tahun 2021 lalu, masih terdapat 6 provinsi dan 101 kabupaten/kota yang belum eliminasi kusta.
Penyakit yang ditimbulkan dari mycobacterium leprae
ini, tidak mudah menular, karena penularan dapat terjadi bila kontak 20 jam
berturut-turut selama 1 minggu dengan pasien kusta yang belum menjalankan
pengobatan. Oleh sebabnya, penting untuk mengenali gejala kusta dan menghapus stigma
negatifnya melalui pemberian dukungan kepada pasien kusta untuk lekas menjalankan
pengobatan. Dengan begitu, penularan dapat diantisipasi, pasien dapat segera
sembuh, dan sekaligus mengeliminasi kusta.
“Meningkatkan upaya eliminasi kusta tidak hanya dari sisi kesehatan, tetapi juga non kesehatan seperti sosial, ekonomi, lingkungan dan yang lainnya.” Terang Bapak Sunarman Sukamto, Amd - Tenaga Ahli Kedeputian V, Kantor Staff Presiden (KSP).
Lebih lanjut Bapak Sunarman Sukamto menerangkan bahwa upaya kesadaran
bersama mengenai kusta yang harus didekati dengan multi dimensi dengan
kolaborasi lintas sektor lembaga, pemerintah pusat/daerah, termasuk melibatkan teman-teman
disabilitas dan OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta) yang nantinya menjadi
agen perubahan, sehingga kusta tidak identik dengan kemiskinan.
Baca Juga: Gaya Hidup Sehat untuk Remaja
Mengapa Kusta Dianggap Identik dengan Kemiskinan?
Anggapan akan penyakit kusta identik dengan kemiskinan, diterangkan oleh Ibu Dwi Rahayuningsih - Perencana Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas, bahwa, masih adanya stigma negatif tentang kusta sehingga membatasi ruang gerak OYPMK dan disabilitas untuk beraktivitas sosial, pendidikan, finansial, dan produktif bekerja.
Pembatasan ruang gerak ini, sebenarnya bukan hanya penderita
saja yang pastinya akan terbatas untuk beraktivitas. Kita pun demikian, bila yang
seharusnya dapat produktif untuk berkarya, lalu ruang lingkup dibatasi tentunya
akan menurunkan pendapatan yang seharusnya bisa diraih. Jika pendapatan semakin
turun, maka bukan tidak mungkin kemiskinan dapat terjadi.
Maka dari itu, Pemerintah menjalankan program untuk
penanganan disabilitas termasuk kusta (dalam pengentasan kemiskinan) melalui
Kementerian Sosial, seperti:
- Bantuan sembako, dengan catatan yaitu penyalurannya ditujukan kepada penyandang disabilitas termasuk kusta yang masuk kategori miskin dan masuk dalam data DTKS.
- Bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial dan Penyaluran Alat Bantu.
- Program Kemandirian Usaha.
- Kementerian Sosial bersama Dinas Sosial di beberapa Pemerintahan Daerah menyediakan tempat bagi OYPMK, misalnya di: Dusun Sumber Gelagah Desa Tanjung Kenongo, Jawa Timur ; Desa Banyumanis, Jawa Tengah ; Kompleks Penderita Kusta Jongaya, Makassar, Sulawesi Selatan.
Baca Juga: Gaya Hidup Sehat di Bulan Mei
Tidak sampai di situ, Ibu Dwi Rahayuningsih pun menambahkan bahwa ada pelaksanaan rencana aksi nasional untuk penyandang disabilitas dan OYPMK agar dapat lebih produktif, yaitu:
- Peningkatan cakupan program kesejahteraan sosial untuk penyandang disabilitas dalam memperluas jangkauan dan perlindungan sosial.
- Memberikan kuota minimum untuk perusahaan swasta 1% dan pemerintah termasuk BUMN/BUMD 2%, untuk mempekerjakan penyandang disabilitas-OYPMK.
- Program peningkatan layanan keuangan inklusif untuk penyandang disabilitas, sehingga dapat mengakses keuangan untuk kegiatan konsumsi dan membuka akses bila ingin mendapat permodalan untuk berwirausaha.
- Return to work: memastikan bahwa disabilitas dan OYPMK dapat dipekerjakan kembali dimana sebelumnya dia bekerja sebelum terkena kusta.
- Mendorong untuk perusahaan swasta melalui CSR-nya untuk menggunakan CSR-nya dalam membantu OYPMK agar semakin berdaya melalui kegiatan pelatihan, kewirausahaan, manajemen, dan lainnya, sehingga disabilitas-OYPMK dapat berwirausaha secara mandiri.
·
Dukungan untuk Disabilitas dan OYPMK untuk Berkarya dan Bekerja
Ketika seseorang ada yang terkena kusta, masih terdapatnya stigma negatif, sehingga dikucilkan. Seharusnya dengan mendukungnya agar lekas menjalankan pengobatan. Serta kesempatan kerja dan pemberdayaan juga diberikan sama seperti kepada khalayak pada umumnya.
“Sebab pemberdayaan dan kesempatan harus sejalan, sehingga penyandang disabilitas dan OYPMK memiliki peluang kerja dan produktif. Tidak boleh ada diskriminasi dalam kesempatan kerja, tetapi harus berdasarkan kompetensi. Bila terjadi diskriminasi maka bisa melaporkan ke Disnaker setempat, KSP, dan Unit Layanan Disabilitas (ULD).” Jelas Bapak Sunarman Sukamto.
Yuk sama-sama kita saling mendukung, agar peningkatan taraf hidup bagi teman-teman penyandang disabilitas dan OYPMK tidak hanya untuk tercukupinya kebutuhan dasar saja, tetapi juga untuk bisa berinteraksi sosial, kemudahan akses layanan pendidikan/keuangan dan sebagainya, karena setiap orang berhak mendapatkan penghidupan yang layak. Stop diskriminasi dan stigma negatif, yuk teman-teman rejekingalir.com kita bisa melakukannya!
13 komentar
Mungkin karena si miskin kesulitan akses ke fasilitas kesehatan
tidak demikian hal nya dengan si kaya yang dengan mudah ke dokter
belum lagi sanitasi lingkungan yang sering tidak memenuhi syarat
Bagi penderita kusta yang memang sudah berasal dari keluarga miskin, akan semakin miskin ketika ruang geraknya dibatasi. Entah itu untuk beraktivitas sosial, pendidikan, finansial, dan produktif bekerja.
Semoga edukasi positif seperti ini dapat membuka lebih banyak lagi pandangan masyarakat yang masih tertutup.