Bila air laut yang menyapu pantai bisa berkata-kata, mungkin ia akan menerbitkan rangkaian kalimat, sehingga bisa menyapa dengan literasi yang indah. Hanya saja, kala itu kondisi bumi ini sedang tak ingin dibujuk. Pandemi pun keras menghantam deburan ombak sehingga tak terdengar lagi untaian literasi yang mengalir.
Literasi melihat pengertiannya dalam KBBI berarti kemampuan menulis dan membaca. Seseorang bisa mampu dalam literasi ketika ia memperoleh pijar untuk belajar, karena ada pelita yang mengajarkannya, yaitu “lentera literasi”.
I Gede Andika Wira Teja. Nama yang mungkin hanya segilintir orang mengenalnya, tetapi dampak yang ia berikan menjadi penerang untuk banyak orang, khususnya mendongkrak literasi kepada anak-anak di Desa Pemuteran, Buleleng, Bali.
Pandemi Covid-19: Antara Keputusasaan dan Keputusan
Kedatangan pandemi covid-19 memang tidak diduga. Luluh lantak semua bidang dirasakan di seluruh dunia. Begitupun dengan desa kelahiran pemuda yang akrab disapa Dika ini, desa Pemuteran.
Tak ada lagi wisatawan yang datang ke Reef Seen Diver's Resort untuk melihat penangkaran penyu. Tidak terdengar pula sahutan orang-orang di Pantai Pemuteran untuk sekadar bersantai atau snorkeling maupun diving. Sektor ekonomi, wisata dan juga pendidikan anak-anak di sana pun merasakan imbasnya.
Desa Pemuteran pun menjadi hening.
Cahayanya pun seketika redup.
Hanya deburan ombak di pantai yang terdengar.
Lalu bagaimana dengan keceriaan anak-anak sekitar?
Pandemi global mengubah segala tata laksana kehidupan. Metode belajar maupun bekerja berubah total menjadi daring yang terhubung dengan internet. Hanya saja, tidak semua bisa merata menggunakan internet. Terbatasnya jaringan, gadget, dan kondisi ekonomi yang harus memilih antara membeli kuota atau untuk kebutuhan hidup. Anak-anak usia sekolah pun terdampak dengan keadaan ini, karena mereka pun terpaksa harus membantu orangtua mereka demi menyambung hidup.
“Anak-anak bisa berhenti sekolah dan bisa terjadi gap year atau mereka tidak sekolah sama sekali. Ini yang saya takutkan”. ~ I Gede Andika Wira Teja.
Kepekaan Dika melihat keputusasaan yang melanda Pemuteran, membuatnya mantap mengambil keputusan untuk mengabdi di sana. Padahal, ia pulang ke Pemuteran lantaran pasca lulus pendidikan strata 1 hendak menyiapkan pendidikan strata 2 ke United Kingdom (UK). Namun, kemantapan yang dirasakan pemuda ini, menjadi langkah cerah anak-anak Pemuteran kembali bersinar melalui KREDIBALI.
Bermula pada tahun 2019, Dika dengan rekan-rekannya mendirikan komunitas JLB atau Jejak Literasi Bali. Lalu tercetuslah tiga program yaitu Bina Masyarakat Buta Aksara (BIMTARA), (Giat Literasi dan Numerasi Sejak Dini (GENERASI), dan Kreasi Edukasi Bahasa dan Literasi Lingkungan (KREDIBALI).
Batu Sandungan Itu Memang Selalu Ada
Seseorang bisa meraih kesuksesan tatkala ia mampu menghadapi terjalnya jalan di hadapannya. Begitupun dengan pemuda kelahiran tahun 1998 itu, tak mudah untuk mengenalkan program KREDIBALI di desanya. Adanya program dari Dika itu dikhawatirkan terjadinya pengurumunan orang, karena pandemi mengharuskan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Jalan yang lancar itu pun perlahan datang. Perjuangan keras dengan pendekatan yang Dika lakukan bersama tim KREDIBALI, membuahkan hasil. Mereka bisa memulai program literasi itu, melalui pemantauan yang dilakukan langsung oleh pemerintah setempat, dengan mengikuti protokol kesehatan yang berlaku.
Senyum Merekah dengan Kebermanfaatan
Harapan menjadi peta masa depan untuk mewujudkannya. Terlebih masa depan anak-anak berada di tangan kita semua. Dika dengan KREDIBALI-nya terus melangkah dengan sasaran anak-anak belajar bahasa Inggris. Pilihan pembelajaran ini masuk akal, karena provinsi Bali, khususnya domisili Dika tinggal, memiliki potensi wisata yang layak untuk mendatangkan wisatawan mancanegara dari wisata kuliner, wisata Bahari hingga pesona Bukit Kursi Pemuteran yang indah.
Program yang didirikan semenjak bulan April 2020 ini, berjalan dengan enam jumlah tutor, dan maksimal siswa berjumlah 25 pada setiap sesinya. Pembagian kelas dibagi menjadi 3 yaitu basic, junior dan general.
Saat calon siswa akan bergabung, mereka lebih dulu mengikuti pre-test yang menggunakan metode Cambridge, sehingga para calon siswa akan ditempatkan di kelas yang sesuai dengan kemampuan bahasa Inggris mereka. Di sini pun terdapat pula penilaian akhir berupa tes menulis dan berbicara dalam bahasa Inggris.
Lalu apakah program KREDIBALI ini berbayar?
Ya, berbayar dengan cara yang unik sambil peduli dengan lingkungan sekitar, yaitu para siswa belajar dengan memberikan bayaran berupa sampah plastik yang telah dipilah dari rumah mereka. Sampah plastik yang terkumpul itu, akan ditukarkan menjadi beras untuk dibagikan kepada yang masyarakat sekitar yang membutuhkan.
Para siswa meletakkan sampah plastik yang mereka bawa di rumah
(sumber: youtube.com/Jejak Literasi Bali)
Kreatifnya KREDIBALI ini adalah, anak-anak mempresentasikan dalam bahasa Inggris tugas akhir mereka tentang kreasi dari sampah plastik. Tak disangka, hal tersebut memberikan manfaat berkelanjutan untuk para siswa, karena melalui mereka dapat memberikan edukasi di rumah masing-masing untuk tidak lagi membakar sampah.
“Katanya mereka jadi malu sebab sering ditegur oleh anak-anak untuk memilah sampah plastik. Artinya, edukasi pada anak-anak ini bisa sampai kepada orangtuanya juga”. ~ I Gede Andika Wira Teja.
Cahaya Literasi Bersinar Terang di Pemuteran
Kebermanfaatan yang ditorehkan oleh Dika memberikan kemajuan yang signifikan. KREDIBALI memberikan dukungan kepada para siswa untuk mengikuti pelatihan TOEFL for Kids dari lembaga bahasa Inggris yang berada di Bali. Begitupun dukungan berdatangan tak hanya dari masyarakat setempat, tetapi juga dari NGO, dan perusahaan Astra Indonesia.
Apresiasi gemilang dari SATU Indonesia Awards tahun 2021 untuk kategori khusus “Pejuang Tanpa Pamrih”, memang pantas untuk diraih oleh Dika. Perjuangannya yang baik bersama rekan-rekannya telah memberikan sinar kehidupan untuk anak-anak Desa Pemuteran dari yang semula 75 siswa, bertambah menjadi 275 siswa. Tak sampai di situ, lentera literasi pun melangkah paralel ke 149 siswa di Desa Puhu, dan 12 siswa di Desa Batur, Bali (data: Maret 2024).
Harapan akan cahaya baru memang harus diyakini, karena setiap insan memiliki percikan semangat yang menjadi sumbunya. Tabur bibit kebaikan ke setiap sisi yang nantinya akan dituai dengan terangnya dukungan dari berbagai arah. Semangat untuk bersama, berkarya dan berkelanjutan ini telah dibuktikan oleh I Gede Andika Wira Teja.
I Gede Andika Wirateja penerima SATU Indonesia Awards 2021
(sumber: youtube.com/Jejak Literasi Bali)
Sumber:
- https://www.indonesia.travel/id/id/ide-liburan/bak-surga-tersembunyi-ini-5-aktivitas-seru-di-desa-wisata-pemuteran-bali
- https://www.nusabali.com/berita/125946/kredibali-ajak-anak-anak-desa-puhu-belajar-bahasa-inggris-gratis
- https://www.idntimes.com/life/inspiration/gendhis-1/kisah-inspiratif-kredibali-c1c2
- youtube.com/Jejak Literasi Bali
- https://www.instagram.com/andikawirateja/
18 komentar
Pandemi mengubah banyak hal ada yang positif juga sebenarnya ya jadi bisa belajar maupun bekerja dari rumah bahkan untuk beberap aprofesi jadi berlanjut kerja di rumah.
Tapi betul banget gak semua bisa merasakan belajar online itu mudah apalagi kalau tidak punya koneksi internet yag baik dan tidak memiliki gadget.
Syukurlah Dika peka melihat daerahnya dengan teman-temannya mendirikan kaomunitas supaya bisa meningkaykan edukasi literasi lingkungan, layak banget mendapat gelar dari SATU Indonesia Awards
Memang menginspirasi dan pastinya sangat senang bagi yang merasakan dampak baiknya
Semoga masih berjalan sampai sekarang