Penyayang hewan, mungkin sudah banyak ada di mana-mana. Namun yang benar-benar dengan tepat merawat hewan, belum tentu semua dapat melakukannya. Bisa saja karena di suatu wilayah tidak memiliki dokter hewan, sehingga belum ada yang cakap dalam memelihara hewan. Pasalnya, keahlian dan ketulusan menjadi dua kunci utuh untuk hal tersebut. Ahli, karena memiliki wawasan dan keilmuan yang bisa diterapkan ketika mengurus hewan ternak atau hewan kesayangan. Tulus, untuk senantiasa tanpa keluhan dan tanpa mengharapkan balasan. Dua kunci ini ada dalam diri drh. Fahri Putranda.
Saat kecil, drh. Fahri, tidak menyukai profesi dokter hewan maupun mantri hewan. Berkat kegigihan ayahandanya, pola pikir drh. Fahri berubah, karena kalau kamu belum merasakan sendiri, maka kamu belum akan tahu. Ia pun mantap menempuh pendidikan di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, fakultas kedokteran dan lulus pada tahun 2009.
Mulai Menjejakkan Langkah Meski Tidak Mudah
drh. Fahri makin menyukai profesinya sebagai dokter hewan. Guna mendedikasikan keilmuannya, pria asli Aceh ini, merantau ke wilayah transmigrasi di Kecamatan Plakat Tinggi, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, karena di sana belum ada yang spesialisasinya adalah dokter hewan. Sekalipun ada, tugasnya rangkap yaitu sebagai penyuluh pertanian dan mantri hewan. Dampaknya, kurang maksimal dalam merawat hewan ternak di sini.
"Setiap hari selalu ada laporan kematian hewan ternak, sekitar tiga sampai 8 ekor per minggunya. Kurangnya pemahaman tentang penyakit dan pengobatan hewan ternak, peternak di sana cenderung menyembelih ternaknya." Cerita drh. Fahri kepada saya saat wawancara online (tahun 2023) melalui aplikasi whatsapp.
Bila kejadian ternak mati terus menerus, tentunya pendapatan ekonomi di wilayah transmigrasi ini akan menurun. Pasalnya harga jual ternak yang disembelih di lahan jauh lebih murah, daripada menjual hewan ternak yang masih hidup.
Palang Menghadang Perantau yang Melabuhkan Hatinya di Wilayah Transmigrasi
Dokter yang khas dengan kacamatanya ini, mulai bekerja pada 2015 di wilayah transmigrasi provinsi Sumatera Selatan. Di satu kabupaten itu hanya ada 4 dokter, yaitu 2 dokter PNS dan 2 dokter kontrak salah satunya adalah drh. Fahri. Terbatasnya jumlah tenaga ahli, dinas tempatnya bekerja, meminta drh. Fahri untuk bisa membantu di tiga kecamatan.
Pada dasarnya, studi drh. Fahri mengarah kepada hewan kesayangan, tetapi karena di sana adalah mayoritas hewan ternak seperti sapi, kambing, ayam dan itik, jadilah ia banyak menggali rujukan untuk menguatkan disiplin ilmunya.
Ia sampaikan kepada masyarakat setempat tentang manajemen kesehatan dan manajemen obat, misalnya tentang vaksinasi pencegahan penyakit PMK (penyakit Kuku dan Mulut) untuk hewan ternak, dan vaksinasi rabies untuk hewan kesayangan.
Pucuk yang belum mencinta sehingga ulam pun tak datang dengan senyuman, respon masyarakat sekitar belum sesuai harapan. Sikap tak acuh berhimpitan dengan kendala bahasa, drh. Fahri asli dari Aceh Tengah (gayo) harus cepat menyesuaikan diri dengan mayoritas Jawa dan suku asli setempat. Hal tersebut tidak menyurutkan langkah drh. Fahri untuk terus berkelanjutan.
Hewan ternak memiliki keterkaitan kesehatan manusia, seperti penyakit gonotis, dan rabies. Penyakit dari manusia bisa menular ke hewan, atau sebaliknya penyakit dari hewan ternak menular ke manusia ~ drh. Fahri.
Kendala dalam hidup memang penuh warna, demi menjadikan diri lebih kuat menghadapinya. Hal itu pun terpancar dari semangat drh. Fahri, untuk tetap mendedikasikan kemampuannya di wilayah transmigrasi walau dengan infrastruktur yang belum rapi, jalanannya masih belum teraspal, listrik yang sering mati, hingga sinyal internet pun yang belum mumpuni.
Bungsu dari 4 bersaudara ini terus mengedukasi warga setempat tentang kesehatan hewan ternak, seperti menyampaikan bahwa dalam satu tahun hewan ternak diberikan obat cacing 3x dan vitamin. Bila hewan ternaknya sedang hamil, maka pemberian obat/vitamin di atas usia kandungan hewan ternak yaitu 45 hari.
“Kalau terjadi apa-apa sama anak sapi di dalam kandungan itu, dokter ganti rugi ya! Ternyata, pas kelahiran si anak sapi kondisi sehat dan bertubuh gemuk. Jadilah orang-orang di sana, mulai berubah dan percaya dengan dokter.” Kata drh. Fahri saat menerangkan tanggapan masyarakat setempat terhadapnya.
Ketulusan yang Melahirkan Apresiasi
Pada tahun ketiga drh. Fahri mengabdi di sana, mulai ada rasa penasaran dari warga setempat. Ia menerangkan bahwa, kehadiran dokter hewan, membuat hewan ternak menjadi lebih sehat. Rasa bahagia yang tersirat ini mengisyaratkan, memang tak kenal maka tak akan timbul rasa sayang. Pada mulanya suatu hal mungkin tidak akan diindahkan, tetapi ketika melakukannya secara berkesinambungan, maka rasa kasih itu akan timbul dengan sendirinya.
“Bukan soal materi. Ini sebagai motivasi, saya punya ilmu setidaknya bermanfaat untuk orang banyak. Bagi saya, pekerjaan ini menyenangkan. Ini ternyata yang dirasakan oleh ayah saya.”
drh. Fahri mengabdi tanpa mematok bayaran. Semua ia lakukan, agar masyarakat bisa berubah dalam menjaga kesehatan hewan ternak. Lika-liku perjalanan kegiatan dokter hewan asli Aceh yang merantau ke wilayah transmigrasi inilah, Farvisa Vet yang tercetus pada tahun 2018. FARVISA adalah singkatan dari FAR = Fahri, VISA = Vitasari (istri drh. Fahri yang juga sama-sama menyayangi hewan kesayangan).
Lewat Farvisa Vet, mengantarkan pria yang telah delapan tahun lebih mengabdi sebagai dokter hewan ini, meraih apresiasi SATU Indonesia Awards (SIA) pada tahun 2021. Penghargaan SIA ini diberikan oleh PT Astra Internasional Tbk, kepada pemuda/pemudi berprestasi yang mendedikasikan dirinya pada bidang kesehatan, pendidikan, teknologi, lingkungan, dan kewirausahaan.
"Alhamdulillah, dengan berjalannya waktu, peternak bisa memantau sendiri ternaknya sehat atau sakit. Jadi bisa langsung memberikan informasi bagaimana pengobatannya. Hewan ternak maupun hewan kesayangan bisa mendapatkan perawatan yang tepat sebelum penyakitnya lebih berat." ~ drh. Fahri Putranda.
Kebersamaan yang makin dipupuk berkat rasa sayang terhadap sesama makhluk hidup, mengalirkan banyak dukungan. Akses jalan telah banyak yang diperbaiki, maka karya drh. Fahri Putranda melalui perjalanan kisahnya sebagai dokter hewan akan terus keberlanjutan.
25 komentar
Memang para transmigran butuh banget dibantu agar bisa lebih maju dan sukses. Semoga bisa menginspirasi lebih banyak pihak
Beliau sangat care dan terus berjuang agar bisa membaur dan memhami bahasa warga transmigran. Kebayang betapa banyak tantangan dan rintangannya. Hingga akhirnya, bisa dipercaya sama warga dan mampu membantu warga untuk mengobati hewan ternak mereka. Sangat menginspirasi sekali.
Menjadi seorang transmigran, tak menghalangi semangat dan keinginan untuk menebar manfaat bagi lingkungan disekitarnya ya
Aku jd teringat drakor dokter hewan yang terpaksa pindah ke desa, nih. Keberadaannya ternyata sangat membantu terutama buat para peternak supaya hewan ternak mereka sehat2. Kek pak dokter ini yaaa perannya :D